Terasa baru aja kemarin aku nulis tentang ‘Putus, lagi!’ di blog ku ini eh, semalam tiba-tiba aku dapat SMS yang mengabari aku bahwa salah satu teman segenk aku waktu SMA dulu, juga putus.
Intinya bunyi SMS itu selain mengabari juga memberi aku mandate untuk segera menelepon si K dan menghiburnya.
Tentu saja aku jadi penasaran dan pengen tau apa yang sedang terjadi sama si K tapi kalau tiba-tiba aku SMS dan to the point menanyakan perihal putusnnya dia juga bukan suatu hal yang bijaksana.
Aku mencoba mencari tau dulu dari temanku si-F, misalnya tentang masalah penyebab putusnya, bagaimana ceritanya, dll. Setelah dapat informasi yang memadai, aku berusaha mencernanya dan berusaha mencari akal alasan tepat apa yang bisa aku gunakan untuk menghubungi si-K.
Malamnya aku menelepon si-K. Awalnya berbasa-basi, putar-putar tidak jelas akhirnya, baru berani bertanya bagaimana hubungannya dengan pacar. Dari awal K mengangkat telephone aku dapat merasakan bahwa dia sedang tidak baik untuk diajak berbicara tentang si pacar (sekarang mantan). Suaranya lemah, sedih, dan tidak bersemangat. Cara bicaranya pun terputus-putus seperti sedang menahan air mata. Aku jadi tidak enak hati meleponenya malam itu. tapi, aku terus menerapkan teknik couching yang baik, bertanya dengan penuh hati-hati. Hasilnya sih tidak banyak, informasi yang aku peroleh malam itu intinya adalah dia sedang tidak bisa cerita banyak dan hanya menegaskan bahwa dia sudah tidak punya hubungan apa-apa dengan si cowok.
Aku dapat memaklumi keenganan si-K untuk berbicara banyak tentang masalah pribadinya di saatnya emosinya naik turun. Setelah telephone ditutup aku pun menghubungi temanku yang lain si-N. di situ aku bercerita banyak, sharing dan mencoba mencari solusi terbaik buat si-K. si-N juga cerita bahwa dia dan F sudah banyak menasehati si-K agar jangan terus larut dalam kesedihan.
Seperti tulisan diblogku kemarin bahwa ketika kita baru putus, perasaan kita campur aduk. Terasa sakit banget, bahkan seperti mau mati! Di saat aku sudah bisa mengendalikan perasaanku sendiri dan sudah bisa menerima kenyataan bahwa tidak ada yang perlu disesali lagi, membuatku better. Aku jadi mengecam sikapnya yang terus larut dan jatuh dalam kesedihan. Aku mengangap kenapa harus jadi lemah hanya gara-gara putus cinta? mengapa kita harus jadi orang yang tertutup hanya gara-gara ditinggalkan cinta?
Nah, aku bercermin sekarang dan menemukan jawabannya. Di saat aku sedang menjadi orang yang tegar aku jadi tidak bisa melihat dari dua sisi yang berbeda. Aku seakan lupa dulu sakitnya aku ketika baru putus.
Hari ini aku mencoba meikirkannya kembali dan mencoba mengurai benang kusut dari sudut pandang aku sendiri (semoga saja si-K bisa menerima tulisanku ini).
Dapat aku maklumi kenapa temanku itu begitu menderita, seakan belum dapat menerima dirinya diputusin oleh pacarnya. Hal itu karena selama ini Si-K tertalu bergantung pada si cowok, mulai dari masalah tugas, antar-jemput dan sebagainya. Si-K merasa dia menemukan seseorang yang tepat untuk pengganti ayahnya yang telah meninggal sejak dia SD. Secara tidak sadar justru si-K (yang dianggap manja) yang membuat si-cowok merasa tertekan, dan capek. Bagaimana yah, di satu sisi aku menilai si-K memang pantas dong manja sama pacarnya sendiri, kalau bukannya sama pacar sendiri lantas mau manja sama siapa? Benar kan?, di sisi lain aku jadi berpikir kenapa selama ini si-K yang terlihat mandiri, tegar, ulet berubah jadi lemah, manja, dan tidak berdaya ketika telah berpacaran?
Kembali lagi aku mengutuki ‘Cinta’. ini terlalu pelik untuk dijelaskan. Aku dapat merasakan bagaimana hancurnya hati temanku, karena aku melihat mereka mulai dari nol. Si-K mencintai cowoknya bukan dari harta. Itu terbukti. Bukan apa-apa ketika mereka baru jadian, si cowok sama sekali tidak punya apa-apa, bahkan kendaraan pun tidak punya.
Mereka rela melewati masa-masa sulit, di mana si cowok sempat dipandang rendah oleh kelaurga si-K. namun toh itu semua masih bisa mereka lewati dengan acungan jempol kami teman satu genk-nya. Si-K menemani cowoknya kemana-mana dengan kendaraan umum seperti beca mesin, menemani si cowok sampai si cowok tamat kuliah dan sekarang mendapat pekerjaan yang layak dan memiliki kemampuan materi yang lebih. Kenapa di saat kelegaan materi sudah didapat si cowok melupakan begitu saja siapa yang telah berjasa sehingga dia bisa seberhasil sekarang?
Tidak habis pikir memang, aku kira si cowok akan melembutkan hati untuk membicarkan semuanya lagi, baik-baik. Toh, sifat bisa diubah. Si-K saja dulu bisa mengerti keadaan si cowok dan dengan rela mau menjalani pacaran dengan konsep sederhana. Kenapa tiba-tiba sekarang yang satu malah menyerah hanya gara-gara hal yang sepele? Coba deh dipikirkan lagi.
Menemukan seseorang yang dapat mencintai kita dengan tulus dan konsep yang sederhana itu sangat sulit. Kita hanya dapat menemukan salah satu dan tidak bisa memenuhi semua keinginan kita 100%. Tidak ada pacar yang sempurna di dunia ini. Jika dia telah dapat menerima keadaan kita tanpa cela, kenapa kita harus menuntut dia dapat melakukan hal yang lebih daripada itu?
Memang ada saatnya kita merasa pacar kita saat ini tiba-tiba menjadi orang yang paling tidak mengerti kita tapi coba juga pikirkan apakah kita selama ini sudah cukup mengerti dirinya?
Tidak mungkin akan ada perselisihan jika masih ada cara untuk mengkomunikasikan. Semoga saja aku dapat lebih netral menanggapi masalah kalian berikutnya.
Bagi yang ingin mengomentari tulisanku ini atau sedang mengalami masalah yang sama. Silahkan mampir di Pinkpinnysspecialblog.blogspot.com atau email pribadi SilviaPinny@yahoo.com.
Medan, 26 April 2009
Minggu, Mei 10, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar