Lima tahun usia pernikahanku dengan Ellen sungguh masa yang sulit. Semakin
> hari semakin tidak ada kecocokan diantara kami. Kami bertengkar karena
> hal-hal kecil. Karena Ellen lambat membukakan pagar saat aku pulang
> kantor.
> Karena meja sudut di ruang keluarga yang ia beli tanpa membicarakannya
> denganku, bagiku itu hanya membuang uang saja.
>
> Hari ini, 27 Agustus adalah ulang tahun Ellen. Kami bertengkar pagi ini
> karena Ellen kesiangan membangunkanku. Aku kesal dan tak mengucapkan
> selamat ulang tahun padanya, kecupan di keningnya yang biasa kulakukan di
> hari ulang tahunnya tak mau kulakukan. Malam sekitar pukul 7, Ellen sudah
> 3
> kali menghubungiku untuk memintaku segera pulang dan makan malam
> bersamanya, tentu saja permintaannya tidak kuhiraukan.
>
> Jam menunjukkan pukul 10 malam, aku merapikan meja kerjaku dan beranjak
> pulang. Hujan turun sangat deras, sudah larut malam tapi jalan di tengah
> kota Jakarta masih saja macet, aku benar-benar dibuat kesal oleh keadaan.
> Membayangkan pulang dan bertemu dengan Ellen membuatku semakin kesal!
> Akhirnya aku sampai juga di rumah pukul 12 malam, dua jam perjalanan
> kutempuh yang biasanya aku hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di
> rumah.
>
> Kulihat Ellen tertidur di sofa ruang keluarga. Sempat aku berhenti di
> hadapannya dan memandang wajahnya. "Ia sungguh cantik" kataku dalam hati,
> "Wanita yang menjalin hubungan denganku selama 7 tahun sejak duduk di
> bangku SMA yang kini telah kunikahi selama 5 tahun, tetap saja cantik".
> Aku
> menghela nafas dan meninggalkannya pergi, aku ingat kalau aku sedang kesal
> sekali dengannya.
>
> Aku langsung masuk ke kamar. Di meja rias istriku kulihat buku itu, buku
> coklat tebal yang dimiliki oleh istriku. Bertahun-tahun Ellen menulis
> cerita hidupnya pada buku coklat itu. Sejak sebelum menikah, tak pernah ia
> ijinkan aku membukanya. Inilah saatnya! Aku tak mempedulikan Ellen, kuraih
> buku coklat itu dan kubuka halaman demi halaman secara acak.
>
> 14 Februari 1996. Terima kasih Tuhan atas pemberianMu yang berarti bagiku,
> Vincent, pacar pertamaku yang akan menjadi pacar terakhirku.
>
> Hmm… aku tersenyum, Ellen yakin sekali kalau aku yang akan menjadi
> suaminya.
>
> 6 September 2001, Tak sengaja kulihat Vincent makan malam dengan wanita
> lain sambil tertawa mesra. Tuhan, aku mohon agar Vincent tidak pindah ke
> lain hati.
>
> Jantungku serasa mau berhenti...
>
> 23 Oktober 2001, Aku menemukan surat ucapan terima kasih untuk Vincent,
> atas candle light dinner di hari ulang tahun seorang wanita dengan nama
> Melly. Siapakah dia Tuhan? Bukakanlah mataku untuk apa yang Kau kehendaki
> agar aku ketahui…
>
> Jantungku benar-benar mau berhenti. Melly, wanita yang sempat dekat
> denganku disaat usia hubunganku dengan Ellen telah mencapai 5 tahun.
> Melly,
> yang karenanya aku hampir saja mau memutuskan hubunganku dengan Ellen
> karena kejenuhanku. Aku telah memutuskan untuk tidak bertemu dengan Melly
> lagi setelah dekat dengannya selama 4 bulan, dan memutuskan untuk tetap
> setia kepada Ellen. Aku sungguh tak menduga kalau Ellen mengetahui
> hubunganku dengan Melly.
>
> 4 Januari 2002, Aku dihampiri wanita bernama Melly, Ia menghinaku dan
> mengatakan Vincent telah selingkuh dengannya. Tuhan, beri aku kekuatan
> yang
> berasal daripadaMu.
>
> Bagaimana mungkin Ellen sekuat itu, ia tak pernah mengatakan apapun atau
> menangis di hadapanku setelah mengetahui aku telah menghianatinya. Aku
> tahu
> Melly, dia pasti telah membuat hati Ellen sangat terluka dengan kata-kata
> tajam yang keluar dari mulutnya. Nafasku sesak, tak mampu kubayangkan apa
> yang Ellen rasakan saat itu.
>
> 14 Februari 2002, Vincent melamarku di hari jadi kami yang ke-6. Tuhan apa
> yang harus kulakukan? Berikan aku tanda untuk keputusan yang harus
> kuambil.
>
> 14 Februari 2003, Hari minggu yang luar biasa, aku telah menjadi Nyonya
> Alexander Vincent Winoto. Terima kasih Tuhan!
>
> 18 Juli 2005, Pertengkaran pertama kami sebagai keluarga. Aku harap aku
> tak
> kemanisan lagi membuatkan teh untuknya. Tuhan, bantu aku agar lebih
> berhati-hati membuatkan teh untuk suamiku.
>
> 7 April 2006, Vincent marah padaku, aku tertidur pulas saat ia pulang
> kantor sehingga ia menunggu di depan rumah agak lama. Seharian aku berada
> mall mencari jam idaman Vincent, aku ingin membelikan jam itu di hari
> ulang
> tahunnya yang tinggal 2 hari lagi. Tuhan, beri kedamaian di hati Vincent
> agar ia tidak marah lagi padaku, aku tak akan tidur di sore hari lagi
> kalau
> Vincent belum pulang walaupun aku lelah.
>
> Aku mulai menangis, Ellen mencoba membahagiakanku tapi aku malah
> memarahinya tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Jam itu adalah jam
> kesayanganku yang kupakai sampai hari ini, tak kusadari ia membelikannya
> dengan susah payah.
>
> 15 November 2007, Vincent butuh meja untuk menaruh kopi di ruang keluarga,
> dia sangat suka membaca di sudut ruang itu. Tuhan, bantu aku menabung agar
> aku dapat membelikan sebuah meja, hadiah Natal untuk Vincent.
>
> Aku tak dapat lagi menahan tangisanku, Ellen tak pernah mengatakan meja
> itu
> adalah hadiah Natal untukku. Ya, ia memang membelinya di malam Natal dan
> menaruhnya hari itu juga di ruang keluarga.
>
> Aku sudah tak sanggup lagi membuka halaman berikutnya. Ellen sungguh
> diberi
> kekuatan dari Tuhan untuk mencintaiku tanpa syarat. Aku berlari keluar
> kamar, kukecup kening Ellen dan ia terbangun… "Maafkan aku Ellen, Aku
> mencintaimu, Selamat ulang tahun…" (ts)
>
> ----------------------------
>
> Jika manusia bisa mencintai pasangannya tanpa syarat. Bayangkan, bagaimana
> besarnya cinta Tuhan kepada kita yang adalah ciptaanNya… anakNya…
> sahabatNya… saudaraNya… sehingga Ia memberikan AnakNya yang kekasih untuk
> mati di kayu salib bagi kita.
Kamis, Desember 11, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar