Selasa, Agustus 18, 2009

Berita Dukacita

Papaku meninggal hari Sabtu, 01 Agustus 2009, pukul 21.15 Wib di rumah. Terjawab sudah semua keras kepalaku, dan ini lah hasilnya… penyesalan seumur hidup. Aku tidak sempat melihat Papa menutup mata.
Boleh sedikit bercerita…
Senin, 27 Juli 2009, pukul 6.00 pagi aku terbangun dari lelapnya tidur yang aku rasa baru sejenak. Entah kenapa malam itu aku sulit sekali memejamkan mata dan ketika tidur merasakan hentakan kaki seperti jatuh ke jurang yang dalam? Aku bangun dengan hati kalut dan refleks mengapai Hape. Melihat ada SMS masuk dari nomor yang tidak aku kenal. Aku segera membacanya. “Bapak kumat lagi. Mulutnya sampai keluar busa.” Send Time : 04.16 Wib. Aku segera tau itu nomor abangku. Aku menelepon ke rumah dan menanyakan kabar Papa. Abang bilang sudah mendingan karena sudah diberikan pertolongan pertama dan sekarang sudah bisa duduk tapi belum bisa bicara. Papa mengeluhkan sakit pada kepala dan tenggorongkannya. Mengajaknya bicara, dia sudah tidak sanggup menjawab. Aku segera memberi instruksi untuk membawa Papa ke rumah sakit dahulu tapi abang bilang Medan hujan deras mesti tunggu sampai hujan dera.
Perasaaanku campur aduk seketika itu. Aku segera mengSMS kepala finance PT. GKI untuk mengabarkan bahwa Papa sedang sakit dan untungnya dia begitu pengertian langsung bilang bahwa jika aku hendak pulang dia mengizinkan aku pulang dan dia lah yang terus mendorongku untuk pulang ke Medan. Tapi memang aku bandel besikeras tidak mau pulang. Bukan hanya kepalaku yang keras tapi juga hatiku yang begitu keras tidak mau peduli dengan Papa. Tiba-tiba saja sakit hati ini menyeruak, benci ini menggunung dan menghasilkan kecuekkan tingkat tinggi yang parah.
Padahal sama sekali tidak ada salah paham yang berarti antara aku dengan Papa. Biasa lah jika orang sakit stroke, emosinya kadang sangat sulit dikendalikan dan emosiku sebagai orang yang lebih muda pun tidak kalah tinggi. Jadi hasilnya ya itu kami sering berantem dan adu mulut yang tidak penting. Sampai hari ini aku baru tau adu mulut itu tidak penting dan hanya membuktikan bahwa aku memang punya EQ yang rendah. Memang benar jika Papa sering mengeluhkan aku yang lulus sarjana belum bertindak sebagai seorang sarjana. Bagaimana dia bisa bangga kalau hanya nama saja sajana tapi EQ, cara pikir, dan cara aku menyelesaikan masalah masih seperti anak SD?
Ya, Papa memang seorang yang kasar dan kadang aku tidak suka cara dia menegur anak-anaknya. Tapi memang itu lah gayanya dalam mendidik anak. Haruskah aku menyesal telah lahir dari gen-nya dia? Aku tidak bisa memilih untuk bilang, tidak! Di antara semua kekurangannya, I Think he is my best Dad. Aku sudah berkali-kali mengatakan bahwa aku hanya akan memiliki 1 orang ayah, 1 orang ibu, keluargaku yang sekarang adalah orang yang harus aku terima dan aku terima sampai aku menutup mata.
Beberapa hari lewat aku selalu menelepon ke rumah, menanyakan perkembangan kesehatan Papa. Aku terus bertanya, haruskah aku pulang? Perlukah aku pulang segera? Tapi keluargaku bilang jangan panic, tidak perlu pulang dulu karna Papa sudah masuk ke RS Methodist. Masuk 2 hari, Papa terpaksa kami keluarkan karena tidak punya dana lagi, melihat belum ada perkembangan yang berarti kami anak-anaknya pun memutuskan agar Papa dibawa pulang saja dan dirawat di rumah.
Hari jumat, 31 Juli 2009, pukul 20.35 Wib, aku menelpon ke rumah dengan bahagia, mengabarkan aku sudah menerima gaji pertama dan sesegera itu pula mengirimkan uang ke Mama sebagai penganti uang Rumah Sakit Papa beberapa hari yang lalu. Tapi Mama sudah nanggis tersedu-sedu, dia terus mengeluhkan sampai kapan aku harus mengeraskan hatiku untuk tidak berniat pulang menjenguk Papa yang semakin hari semakin parah. Tatapannya sudah kosong, tidak bisa bicara dan makan pun sudah tidak bisa.
Aku memang terenyuh, ingin pulang tapi terus memikirkan berapa jumlah rupiah yang akan aku keluarkan. Mengingat aku memang harus merencanakan dengan baik financial pribadiku, ini semata-mata hanya untuk mengantisipasi beberapa event yang akan aku jalani beberapa bulan ke depan. Aku masih sempat-sempatnya menawar Mamaku dengan mengatakan, “Ma, Papa bisa bertahan sampai aku pulang bulan September tidak? Bulan September kan aku pulang Medan 2 kali. Tanggal 5 September sudah confirm aku pulang untuk sidang. Tanggal 19-22 September hari libur kan, aku juga akan pulang liburan di Medan.”
Mama hanya menjawab, “Kamu pulang saja lah, daripada kamu menyesal tidak melihat Papamu untuk terakhir kalinya.” Aku ingat kata-kata itu. terngiang-ngiang begitu jelas di telinggaku, dan penyesalan pun menjadi sia-sia.
Hari sabtu pagi, matahari sudah terik. Aku menelepon ke rumah kembali menanyakan kabar Papa. Mama kembali menaggis da mengatakan Papa sudah makin parah, matanya sudah kosong dan sama sekali tidak sadar. Sekali lagi aku masih menawar sebuah asa.
Siang jam 12 lewat, Abang mengabarkan lewat SMS bahwa Kakak yang dari Singapura pulang dan dia bertanya apakah aku tidak mau pulang? Satu pertanyaan yang langsung menembakku dan dari situ lah hatiku baru tergerak untuk pulang. Aku segera menelepon ke Travel dan menanyakan ada jadwal penerbangan ke Medan? Pihak Travel menjawab ada dan akan berangkat jam 14.25 Wib siang itu. ketika aku meminta untuk membook-kan tiket itu, pihak Travel mengatakan sudah tidak bisa lagi. Aku diminta untuk pergi ke airport langsung untuk membeli tiket di sana. Aku mengulur banyak waktu untuk packing bajuku. Habisnya aku pulang dengan setengah hati.
Aku masih santai-santai saja seakan-akan tidak mengerti ajal Papa sedang menjadi taruhannya. Hehmmmm… sesampainya aku ke bandara, benar-benar menjadi mimpi buruk untukku. Pesawat baru saja terbang. Ketika aku Tanya apakah ada penerbangan malam? Ticketing menjawab tidak ada. Penerbangan baru ada lagi besok dengan Riau Airlines jam 9.40 Wib.
Atas nasehat temanku, aku pun memilih pulang naeik bus. Hitung-hitung ala anak Akuntansi, naik pesawat dengan biaya Rp.674.000 besok pagi berangkat. Naik bus dengan biaya Rp.150.000 hari ini berangkat, besok pagi sampai. Toh sama-sama besok sampai tapi dengan selisih yang lumayan banyak. Akhirnya aku mengambil resiko pulang naik bus yang belum tentu aman dan dengan waktu perjalanan yang hampir 15 jam.
Tembak ke terminal sekitar jam 15.00 Wib, beli tiket dan akan berangkat jam 16.00 Wib. Temanku menasehatiku kembali dulu ke mess untuk makan, mandi dan ambil baju hangat. Setelah semua itu aku lakukan aku buru-buru ke terminal. Sampai disana jam 16.10 Wib, aku malah dilempar ke bus lain yang tujuannya ke Toba. Di luar dugaanku karna terasa begitu banyak rintangan. Aku batal naik PMH dan memilih ALS. Syukurnya aku tidak perlu menungggu lagi karena beberapa saat kemudian aku langsung berangkat.
Selama di perjalanan, hatiku begitu tegar. Mata pun terasa tidak ngantuk. Aku terjaga sampai jam 10 lewat dengan kondisi Hape lowbat, untuk itu aku mematikan Hape dengan harapan aku bisa mensave baterai agar dapat digunakan menelepon di pagi hari. Jam 10 lewat aku tertidur sebentar dan baru bangun ketika supir berhenti di rantau parapet untuk makan jam 11 lewat. Setelah makan aku membuka Hape dan meilihat ada beberapa SMS masuk. Salah satunya dari 222. Aku mendapat telepon dari rumah sekitar jam 9.30 Wib. Aku segera telepon ke rumah dan tidak ada yang menjawab. Menelepon ke Hape abang, dia marah-marah dan akhirnya memberikan kabar buruk ketika aku bertanya, “Bagaimana keadaan Papa?” “Papa sudah tidak ada”. Seketika itu aku menanggis. Aku teringat orang yang pertama kali aku telepon adalah kepala Financeku, Fanny, Nelly, mantanku.
Sampai di bus baru aku kabarin beberapa teman kuliah, teman ex sekantor GSI sambil menanggis. Sampai semua panic sambil turut bersimpati, berduka bersama denganku. Selama perjalanan itu aku sudah tidak bisa memejamkan mata. Terjawab sudah semua kekerasan hati dan kepalaku…. Apa yang telah direncanakan dengan indah unuk bulan September (sidang meja hijau), liburan, dan wisuda bulan Maret 2010, pupus seketika. Aku sedih sekali, Aku tidak mengharapkan Papa mengeluarkan biaya apa-apa buat semua acaraku tapi aku hanya mengharapkan kedua orangtuaku dapat hadir dengan utuh. Namun, ternyata Tuhan berkehendak lain. Pahit sekali ternyata nasibku.

Papaku Kumat lagi

Papaku kumat lagi. Penyakit stokenya kambuh. Hari senin, 27 Juli 2009 jam 2 lewat, Papa tiba-tiba kejang-kejang sampai mulut berbusa. Sempat tidak sadarkan diri. Ketika membaca SMS yang dikirimkan abangku jam 4 subuh, jantungku berdetup super kencang. Itu karena aku terlalu jauh tidak bisa segera pulang tiba-tiba untuk melihat dia. Hatiku sangat sakit…
Aku jadi berpikir apakah dia sakit gara-gara aku yang pergi jauh dari sampingnya secara selama ini aku memang tidak pernah hidup jauh dari keluargaku. Apalagi aku sekarang menjadi tulang punggung, anak yang paling diharapkan oleh orang tua. Semua beban jadi tertumpu di pundakku. Aku mempunyai responbility untuk menjaga mereka. Itu lah tujuan aku bekerja jauh di sini, berharap mendapat penghasilan yang lebih agar aku pun bisa memberikan mereka kehidupan yang lebih baik. Tapi…, Tuhan selalu mencobai diriku. Entah apa lagi yang Tuhan hendak lakukan untuk mencobaiku.
Aku merasa tidak berdaya dan tidak bisa menghindar dari semua cobaan ini. Aku hanya lah aku. Ampuni lah aku… Aku tau ini tidak baik, demi uang yang lebih aku mengorbankan keluargaku. Masih bisakah uang membeli namanya kehangatan berkumpulnya suatu keluarga? Itu pertanyaan yang sungguh menusuk relung hatiku yang kemudian membunuhku. Aku tidak bisa menjawabnya karena aku tidak memiliki jawaban.
Aku hanya berdoa waktu cepat berlalu dan September cepat tiba supaya aku bisa berkumpul segera dengan keluargaku. Bulan September di mana aku sidang meja hijau tanggal 5 september. Di susul dengan libur lebaran, tanggal 19-22 September.
Pekanbaru,30 Juli 2009

Dikesunyiaanku

Di kesunyiaanku ini, baru aku sadar bahwa tidak ada yang paling berarti selain berada di antara orang-orang yang kita sayangi tidak peduli walaupun dalam keadaan sesusah apapun. Itu lebih membahagiakan, lebih menenangkan daripada hidup sendirian sebahagia apapun tetap merasa hampa.
Aku pikir aku akan bertahan hidup hanya dengan modal kuat uang, tenaga, pikiran dan sarjana yang kumiliki, ternyata semua itu tidak cukup membuatku hebat untuk bertahan hidup ditenggah kerasnya dunia luar. Percaya atau tidak, ini semua begitu bermakna… sekarang aku sadar, dengan lari dari hampanya Medan dan sekarang aku lost in Pekan Baru.
Niatku dalam hati ternyata didengar Tuhan dengan sangat baik. Dia memang tidak menjawabku dengan segera, dia telah memberiku jalan yang sangat manis untuk dilalui. Dia tidak serta-merta mengabulkan doaku dalam hati karena dia tau kapan saat yang paling tepat buatku mendapatkan sama seperti doa-doaku.
Di saat skripsiku telah selesai, kuliah pun lulus dengan nilai cemerlang, aku akhirnya berani mengambil keputusan yang sama dengan doaku… pergi sejauh-jauhnya dari Medan. Aku ingin mencari kehidupan baru, melupakan semuanya yang begitu menyakitkan di Medan, mencari ilmu dan nafkah. Inilah jalan yang manis yang Tuhan berikan padaku. Dia memudahkan aku dalam perjalanan ke Pekan Baru. Mungkin Tuhan juga tau ketegaran dan kepahitan yang aku pendam selama ini selama di Medan.
Siapa sih yang tahan patah hati kemudian ambruk tanpa sedikit pun rasa kasihan?! Di mana cinta yang dulu sempat digembar-gemborkan sampai-sampai janji untuk menikah segala. Aku terlalu berharap banyak… kemudian jatuh… BRuuaaakkkk!!! Aku terjatuh ke dalam jurang terdalam yang gelllllaaap…
Aku sendiri tidak mampu melihat dunia ini, hatiku gelap tertutup dengan kebencian terhadap Cinta yang terasa begitu kejam padaku. Dia membawa aku ke dunia yang terasa seperti mati. Ya, jadi lah aku hidup seperti mayat. Bernafas dan beratifitas tapi sama sekali tidak berjiwa dan berasa. Hari-hari hanya diisi dengan emosi, marah, benci, keangkuhan dan tinggi hati. Aku hanya memakai topeng kelebihanku, memolesnya sedemikian rupa agar aku Pe-De kembali bergaul. Aku berharap tidak terpuruk lebih dalam dalam Cinta yang menyedihkan itu. Cuman, semakin aku berusaha ternyata semakin pula aku membencinya, ketakutan dan memikirkannya. Entah mengapa aku begitu mencintainya, memikirkannya…? Sungguh, seandainya saja dia bisa mengerti juga diriku semua akan baik-baik saja dan aku yakin dia lah orang yang tepat untukku. Sayang, itu hanya mimpi yang tidak pernah terjadi dan sesuatu hal bodoh untuk diharapkan.
Bukan cuman itu, keluarga yang tidak harmonis, ekonomi yang morat-marit. Dan persoalan-persoalan Rumah Tangga lainnya yang tidak etis untuk diceritakan selalu menjadi nitemare yang menakutkan. Aku trauma tinggal di rumah. Selalu merasa tidak safety, tidak comfort, dll. Semua itu membuatku terus berpikir kapan Tuhan akan melepaskan aku dari sana?
Aku hanya orang naïf yang pengen lari dari masalah, berusaha pergi sejauuuuuh-jauhnya, menghindarkan mata dari pemandangan yang menyakitkan, menutup telinga dari semua keributan, menutup mulut supaya tidak hanya mengeluarkan kata-kata kebencian. Aku hanya pengen jadi orang yang lebih baik. Dan Tuhan telah memberikan jalannya kepadaku. Ini lah jalan terbaik yang harus aku ambil dan segala resikonya telah aku jawab dengan berani untuk menanggungnya. Biarpun kehidupan di Pekan Baru mungkin akan lebih susah, keras daripada di Medan tapi di situ lah pelajaran EMAS yang selalu akan aku syukuri.
Setidaknya, aku belajar bagaimana me-maintain diriku sendiri? Belajar bagaimana men-take care diri sendiri? Karena no body’s can very understand, beside urself. Setidaknya aku belajar bagaimana kerasnya dunia ini sebenarnya.
Aku tau sebenarnya aku dilahirkan tidak untuk hidup susah. Aku menyadari itu, bagaimana, tidak? Walaupun Papaku sekarang stroke then tidak kerja, tapi biaya kuliah dan semua asset yang aku miliki saat ini mampu aku beli dari gajiku yang tidak seberapa. Lain lagi biaya hidup bulanan rumah, buat diriku sendiri include waste money for shopping and buy text book or the other expenditure in campus. Huh, kadang-kadang aku binggung juga darimana semua uang itu datang, kok dibilang susah tapi sampai sekarang aku punya saving dalam jumlah aman. Walaupun tidak banyak-banyak amat. Ini sudah lebih baik daripada teman seSMA aku yang belum tentu punya semua yang aku miliki walaupun kami sama-sama bekerja dan berpenghasilan yang sama.
Walaupun begitu, aku tidak serta merta menjadi takabur dan menyerah lalu bahagia dengan apa yang telah aku miliki. Aku mau mengejar yang lebih. Ini lah saatnya aku mengumpulkan kembali uang yang telah aku habiskan buat kuliah. Dan aku harus menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Bekerja dengan sebaik-baiknya, dan tentunya tidak melulu aku kemudian menjadi orang yang kaku.
Di sini aku membuka hatiku selebar-lebarnya, mentegarkan niatku sekuat-kuatnya dan aku akan berteriak pada dunia, I CAN SURVIVE! Doaku hanya 1 ; semoga jalan yang aku pilih ini tidak memberatkan siapapun dan orang-orang yang sedang aku tinggalkan sementara waktu juga dikuatkan, dipelihara dalam kecukupan materi dan kekuatan untuk menjalani hari demi hari. Begitupun aku. Aminnnnn….
Pekan Baru, 14 July 2009

June,What news?

Bulan Juni baru saja aku lewati beberapa hari yang lalu. Begitu banyak cerita bersejarah yang aku lewati di bulan itu. Sorry baru bisa sharing sekarang karena baru sempat duduk dan buka laptop. Haha… Penasaran donk sama kegiatan dan cerita apa aja yang telah aku jalani selama bulan Juni? Simak aja…
1. Tanggal 1. Aku mengajukan pengunduran diri ke manajemen PT. GSI.
Keluar dengan alasan mau menyelesaikan skripsi (maaf jika hanya alasan yang dibuat-buat). Itu alasan untuk manajemen. Kalau alasan sebenarnya adalah aku berangkat ke Pekanbaru kerja di Group Indako Honda, sedangkan faktor turunan kenapa sampai aku memilih cari kerjaan baru adalah karena tidak tahan lagi dengan kondisi lingkungan kantor (teman-teman dan pimpinan), belum lagi perlakuaan lain yang terasa seperti tekanan. Kerja di bawah tekanan terus-menerus tidak selamanya akan menciptakan SDM yang disiplin. Dan ini memang benar, tekanan hanya akan membuat bawahan kita merasa tidak nyaman dan tidak memiliki motivasi kerja yang baik. Maaf aja kalau aku terlanjur mencap PT.GSI tidak memiliki struktur organisasi yang jelas dan status karier yang jelas (kerja ibarat kepala jadi kaki, kaki jadi kepala-aka.rangkap-rangkap).
Kalau ada yang bertanya lagi kenapa berani ambil resiko kerja di luar kota dan jauh dari orang tua, teman-teman, dll (maksudnya isi sendiri)? 1. aku ingin belajar mandiri, sampai umur 21 tahun ini aku selalu dimanja oleh Mamaku. Perlakuaan special itu tidak mendidik aku menjadi lebih baik. Aku merasa justru aku adalah pemalas dan bersenang-senang terus. Sungguh aku tidak mau diperlakukan seperti itu. Ini lah saatnya aku belajar berdiri di kaki sendiri dan menunjukkan bahwa walaupun aku anak bontot belum tentu aku tidak bisa hidup mandiri dan mampu hidup jauh dari orang tua. 2. aku ingin mencari suasana baru dan sedikit melupakan kenangan di Medan yang menyedihkan (ibarat meditasi dan mencari ilham).
2. Tanggal 8-11. Ujian final. Semester 8 sudah aku akhiri dan hasilnya memuaskan. Aku dapat nilai sempurna-aka.A untuk semua mata kuliah. Hasil yang menakjubkan karena persiapan ujian ini memang sangat minim. But I tried my best, and I get the best. Haha…
3. Tanggal 15-22. Finding Lecture. Hah, aku dikejar deadline. Pekanbaru waiting for me so I must finished all. Dan memang Tuhan itu baik, aku diberi jalan yang super mudah dan mulus dalam menyelesaikan skripsi ini. Setelah menjalani proses yang berbelit-belit dengan dosen pembimbing 1, aku merasa telah dimudahkan dalam pembimbingan oleh dosen pembimbing 2 (walaupun tetap ada revisi).
4. Tanggal 24. My lovely Hubby coming. Copy darat dengan pacar online via facebook. Hwaa, dia lah spirit aku selama 2 bulan ini. Dia lah yang membuat aku merasakan cinta lagi, sesuatu yang telah aku anggap mustahil dapat aku rasakan. Deg-deg-an banget waktu ketemu.
5. Tanggal 25-26. Waktu ini aku pergunakan sebaik-baiknya untuk pendekatan. Aku berusaha menghentikan waktu hanya untuk berduaan dengan dia. Senangnya bisa memeluk dia dalam bentuk yang nyata. Selama ini aku hanya bisa melihat dia melalui webcam, mencintai dia hanya dari tulisan dan suara tapi 2 hari itu aku sungguh-sungguh bisa melihat dan menyentuhnya secara nyata. I love him so much… and really wants to be her wife.
6. Tanggal 27. Firewell time for Hubby. Waktu terasa begitu cepat berjalan. Hwaa…. I need more than 3 days. Sedih…Hiks… hiks…
7. Tanggal 30. Result Final exam dan firewell dengan keluarga. Waktuku terasa so pack. Walaupun tidak lebih mirip perpisahan sih. Tiba-tiba hatiku setegar karang dan tidak merasa sedih sama sekali. Walaupun aku sendiri juga belum tau bagaimana bentuk dan suasana yang akan aku jalani di Pekanbaru.
Demikian lah kejadian satu bulan di Juni ini dapat aku ringkas. Lebih dan kurangnya mudah-mudahan dapat ditambah pada arsip blog berikutnya. Bukannya aku menggangap kejadian di luar 7 list di atas tidak penting tapi memang kepalaku sudah terlalu penuh. Hahaha… Thanks…
Pekanbaru, 04 Juli 2009